Monday, 28 March 2011

JESUIT DI TENGAH DUNIA (EROPA TENGAH)




Usaha dan doa tampak menjadi sebuah kenyataan; 100% Rahmat Allah, 100% Usaha Manusia. Kepercayaan pada Allah telah membuktikan bahwa Serikat dapat hidup kembali setelah dibubarkan. Pengharapan yang besar telah terjawab, namun jawaban itu kini membutuhkan realisasi manusiawi dengan berbagai cara penyesuian diri terhadap situasi politik, sosial, dan budaya baru. Jesuit berusaha keras untuk menyatukan sarana manusiawi dengan Allah [813].
“Meninggalkan Tuhan untuk menemukan Tuhan.”

Politik
Dalam karya pelayanannya, Jesuit seringkali berhadapan dengan para penguasa, dengan begitu Jesuit pun bersentuhan dengan politik. Di Perancis Serikat juga pernah mengalami dilema, memilih tetap setia pada Raja atau mengikuti sebuah dunia baru (kebebasan demokrasi). Bersentuhan dengan politik, di sana ada bahaya Serikat menjadi tidak netral (eksklusif) dengan memihak salah satu pihak yang sedang bersaing (Raja atau Demokrasi). Lalu apakah dengan begitu kita mencari jalan tengah? Melihat perutusan Jesuit, kita diutus untuk mewartakan kebenaran dan keadilan yang juga berarti mencari jalan yang terbaik bagi semua. Phillipe Delvaux menyatakan dengan keras mendukung kebebasan demokrasi (belajar dari negaranya — Belgia, dan Amerika Serikat, dimana Gereja berkembang pesat dibandingkan di tengah-tangah Kerajaan Absolut). Di sini kita bisa melihat bahwa Jesuit berani memilih dan berarti juga berani menanggung segala resikonya jika itu memang Demi Kemuliaan Tuhan.
Kehadiran dan kepergian Jesuit dari suatu negara (Spanyol, Portugal, Perancis, Jerman, Eropa Tengah, dll) selalu berurusan dengan pemerintahan (penguasa). Jesuit memang tidak terjun langsung pada politik praktis namun tetap saja ia tidak bisa lepas dari hal itu (politik) karena ia hidup di dalam sebuah hierarki yang jelas dalam sebuah negara. Ignatius pun hidup dalam masyarakat yang hierarkis baik dalam bidang sekular maupun sakral. Ia percaya bahwa tata hierarki ini merupakan pemberian Allah (William A. Barry, 2002). Pemberian Allah macam apa jika akhirnya Serikat harus menderita (diusir); Spanyol, Jesuit diusir 3 kali (1820, 1835, 1868); Portugal, diusir 2 kali (1834, 1910); Perancis, sempat tersebar dan bersembunyi pada saat Revolusi Juli (1830), dan sempat lari ke Inggris, Switzerland, Spanyol, dan Belgia pada 1880; Rusia, diusir oleh Tsar pada 1820; Switzerland, 274 Jesuit diusir pada 1847. Lalu kita hanya bisa menerima, “Ini pemberian Allah…” ?
“Allah berbicara dengan cara-Nya sendiri”

Pendidikan
Walaupun Serikat secara resmi telah berdiri kembali namun tetap saja penderitaan (terusir dan dimusuhi) itu tetap ada. Mistik La Storta telah menunjukkan pada kita bahwa sekalipun Yesus telah mulia namun Ia tetap memanggul salib. Mengikuti Panji Kristus ternyata begitu berat dan konkret dialami oleh Serikat. Berhadapan dengan para penguasa berarti menunjukkan kelemahan kita—tak bisa berbuat apa-apa. Namun, di satu sisi ini menunjukkan bahwa Serikat memiliki kekuatan dalam karyanya, khususnya dalam bidang pendidikan (seringkali ditakuti oleh para kaum anti-religius yang menganggap bahwa melalui pendidikan, Jesuit akan “mendoktrin” para kaum muda dan itu akan menjadi suatu kendala bagi mereka). Sejak awal Ignatius yakin bahwa Allah memanggil Serikat untuk terjun dalam kerasulan pendidikan (William A. Barry, 2002). Di Spanyol, Jesuit diundang oleh Raja Ferdinand VII untuk memperkokoh dan memajukan negara melalui pendidikan; Portugal sampai tahun 1910 telah memiliki 7 kolese; Perancis, yang berhadapan langsung dengan para intelektual yang menyerang melalui pidato-pidato (kuliah) yang diberikan di Universitas Perancis (Jules Michelet, Edgar Quinet), Seni Drama (Jules Michelet), dan juga Novel (Eugene Sue); Polandia, mendirikan kolese di Tarnopol, Lemberg, Neu-Sandec, dan Krakow; Irlandia, Peter Kenney menjadikan sebuah kastil di Kildare menjadi sebuah sekolah; Belgia, memulai 2 kolese pada tahun 1832; Inggris, membuka kolese di Liverpool, Chicester, St Bueno’s dan Malta. Pendidikan sudah begitu lekat di hati para Jesuit dan mereka yakin bahwa Allah hadir di sana.
“Mimbar”
Sekalipun karya Serikat banyak di bidang pendidikan namun Serikat juga tidak meninggalkan “mimbar”. Dalam Formula Institusi kita dapat menemukan bahwa Ignatius telah menyampaikan gambaran tentang Serikat yang berjuang untuk membela dan merambatkan iman, serta memajukan jiwa-jiwa dalam kehidupan serta ajaran Kristiani melalui khotbah-khotbah, dan segala bentuk pelayanan Sabda Allah.Banyak Jesuit yang menjadi pengkhotbah ulung dan pembimbing rohani yang baik untuk menggerakkan sesama ke arah hal-hal yang lebih baik [648], seperti di Perancis. Kita bisa mengenali banyak nama yang terkenal, antara lain :
1. Francois Xavier Gautrelet (mempromosikan doa Hati Kudus Yesus melalui Kerasulan Doa-nya)
2. Nicolas MacCarthy (pengkhotbah ulung di Toulouse, ia seorang Irlandia)
3. Joseph Varin d’Ainville (pembimbing Madeleine Sophie Barat yang mendirikan “Religius Hati Kudus Yesus” dan meneguhkan Santa Julie untuk mendirikan “The Sister of Notre Dame de Namur)
4. Jean Baptiste Bourdier-Delpuits (mengorganisasi sebuah kelompok doa di Paris yang beranggotakan 400 orang)
5. Jean Baptiste Lecordaire (berusaha menarik perhatian kaum intelektualis Perancis yang skeptis), dll

Sabda Tuhan pun tak jemu-jemu diwartakan kepada umat dalam gereja [645]. Dengan begitu karya paroki di sini menjadi penting dan hal ini pun ditunjukkan oleh para Jesuit Jerman yang mendirikan paroki-paroki baru di sana dan juga para Jesuit Inggris yang dengan bebas bekhotbah di paroki-paroki.
Publikasi
Muncullah Etudes (1856) di Perancis sebagai sebuah majalah bulanan Jesuit yang mewartakan kebebasan. Sempat disensor oleh Roma (1866), dibekukan (1880), dan akhirnya terbit lagi (1888) seizin Paus Leo XIII. Kemudian di beberapa negara bermunculanlah majalah-majalah Jesuit lain, seperti Broteria di Portugal (1863), The Month di Inggris (1864), Stimen der Zeit di Jerman (1865), Razon y Fe di Spanyol (1910).
Siap menghadapi tantangan kultur baru, inilah disposisi yang harus diambil oleh karya media untuk menjalankan diskresinya (Sindhunata, 2001). Karya Jesuit di bidang publikasi pun dapat dikatakan sebagai sebuah sarana yang efektif untuk mewartakan Allah. Dalam KJ 31, media massa sudah banyak disinggung sebagai kerasulan yang penting dan khas Serikat.
Lepas Bebas
Segala sarana manusiawi (karya pendidikan, dan katakese) benar-benar diusahakan oleh Jesuit untuk mewartakan Allah yang menciptakan manusia untuk memuji, menghormati, dan memuliakan-Nya (LR 23). Kadang hal ini begitu menyakitkan ketika Serikat tidak diterima dan diusir dari sebuah negara, ketika harus meninggalkan semuanya (sarana-sarana, termasuk segala kekayaan Serikat). Sikap lepas-bebas tidak hanya menjadi sebuah permohanan melainkan juga menjadi sebuah usaha konkret dalam penderitaan. “Sakit” inilah yang membawa Serikat masuk pada mistik penderitaan Yesus (Minggu III) dan menjadi sebuah pilihan mengikuti jalan-Nya.
Penutup
Ignatius mengetahui dari pengalaman bahwa jalan untuk menikmati Allah dapat membawa kita melintasi lorong-lorong gelap. Ketika Jesuit hidup di dalam tegangan kreatif yang bersumber dari spiritualitasnya, mereka menjadi masalah seperti Yesus, Tuhan mereka, yang telah memanggil mereka menjadi sahabat-sahabat-Nya. (William A. Barry, 2002)



N. Arya Dwiangga Martiar
Nikolas Kristiyanto

No comments: