Monday, 28 March 2011
GABRIEL MARCEL (1889-1973)
Salah satu ciri khas pemikiran Marcel adalah penolakannya tetrhadap filsafat sebagai sistem. Sistematisasi mau tidak mau akan mematikan pemikirannya yang hidup. karena alasan itu, ia merasa kurang senang bila pemikirannya disebut dengan salah satu isme.
Bagi Marcel, filsafat dengan drama mempunyai kaitan erat sebagai dua aktivitas yang tak terpisah. kedua-duanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memahami siapakah sebenarnya manusia. Dengan menekankan kaitan timbal-balik antara pemikiran dan pengalaman konkret ini Marcel dapat menghindari empirisme maupun rasionalisme, dua ekstrem besar yang sudah lama menghantui filsafat modern.
Dalam bukunya "Existence et objectivite", Marcel melihat obyektivitas sebagai lawan dari eksistensi. eksistensi tidak pernah dapat dijadikan obyektivitas. eksistensi adalah situasi konkret saya sebagai subyek dalam dunia. Eksistensi adalah seluruh kompleks yang meliputi semua faktor konkret - kebanyakan kebetulan - yang menandai hidup saya. Yang khas bagi eksistensi ialah bahwa saya tidak eksplisit menyadari situasi saya itu. Tentu saja saya adalah subyek yang mempunyai kesadaran, tetapi saya tidak menginsafi apakah artinya eksistensi saya di dalam dunia. Baru dalam perjumpaan dan pergaulan dengan orang lain beberapa manusia akan menyadari lebih jelas situasi mereka yang sebenarnya.
Mencintai Dalam Kematian
"Mencintai" dengan sendirinya berarti mengatakan "Engkau takkan mati". Kehadiran yang tampak dalam cinta mengatasi ruang dan waktu. Sesudah kematian orang yang dicintai, kehadiran itu berlangsung terus. Sebenarnya saya tidak kehilangan orang yang saya cintai, melainkan saya hanya kehilangan sesuatu yang saya punyai. Kata "kehilangan" tempatnya hanya dalam hubungan dengan obyek-obyek yang saya miliki. Tanpa bermaksud menyepelekan rasa sedih karena kehilangan orang yang kita cintai, Marcel bermaksud mengajak untuk berefleksi lebih dalam dengan memperlihatkan bahwa di seberang kematian, kehadiran terus berlangsung dengan cara baru. Kehadiran tidak terbatas pada waktu tertentu. "Kehadiran" bersifat langgeng.
Karenanya, harus dibedakan antara keinginan dengan harapan. keinginan menurut kodratnya hanya bersifat egosentris; usahanya ialah memiliki. Saya menginginkan orang lain sejauh ia dapat melayani dan menyenangkan saya. Tetapi harapan tidak bersifat egosentris. Harapan tertuju pada "Engkau", dan harapan itu memberi kepastian tentang kebakaan orang tercinta yang telah meninggal...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment