Thursday, 14 April 2011
GALI LOBANG TUTUP LOBANG
Orang menggali pasti perlu untuk menutup, kecuali memang sengaja untuk bikin lobang. Apalagi dalam konteks hutang-berhutang. Buat negara kita tercinta, gali lobang tutup lobang sangat pas untuk menggambarkan bagaimana hutang-hutang itu dilunasi dengan hutang-hutang baru. Dengar-dengar, hutang bukanlah sesuatu yang melulu negatif karena justru hidup orang sekarang ditopang oleh hutang. Lihat saja kartu kredit, bukannya itu modifikasi canggih dari hutang?
Tapi di sini saya tidak mau cerita soal hutang. Saya sungguhan mau membahas soal lubang. Sepuluh hari yang lalu, ada surat dari RT. Isinya kurang lebih pemberitahuan akan adanya penggalian jalan di depan rumah demi peremajaan jaringan PLN. Buset, ada galian lagi nih! Begitu komentar dalam hati. Bukannya menolak, tp berangkat dari pengalaman galian-galian seperti itu selalu tidak beres. Kira2 satu setengah tahun lalu, sisi satunya jalan di depan rumah sudah digali dan sampai sekarang tambalannya tetep kelihatan. Bahkan, bekas galian di depan rumah malah makin parah, alias makin dalem. Kalau sisi satunya lagi mau digali, jangan-jangan nanti malah bikin jalan tambah parah.
Seminggu yang lalu, hari Jumat, proyek itu mulai dilaksanakan. Tidak tanggung-tanggung, proyek berjalan 24 jam. Artinya, mulai pagi sampai pagi para pekerja terus bekerja non-stop. Tapi saya tidak mengikuti perkembangan proyek galian depan rumah sampai selesai karena kebetulan, hari minggunya saya punya misi pergi menengok saudara yang sakit di Semarang. Berangkat naik kereta dan pulang naik mobil bareng2 saudara. Niatnya sedari awal mau tidur di jalan karena jumat depan mau ujian, eh ternyata malah gak kesampaian. Gimana bisa tidur, sepanjang perjalanan yang ada jalannya rusak semua, bolong-bolong, dan bikin perjalanan jauh dari nyaman. Mulai dari Kendal, jalan yang bergelombang mulai menggoyang. Tapi mulai parah selepas Pemalang sampai Cikampek. Tentu sedikit nyaman ketika masuk tol, di Kanci dan Cikampek. Selain itu, jangan tanya. Yang jelas sepanjang perjalanan, di mana saya jadi co-driver ikut bantu pak sopir lihat jalanan, yang ada hanya mobil goyang. Sesekali mobil itu bermanuver zig-zag demi mencari aspal yang masih layak dilewati ditemani sport jantung tanpa henti.
Kenapa ya sepanjang jalan di Pantura banyak yang rusak? Pertanyaan klise memang dan saya tidak mau menjawabnya. Atau jangan-jangan memang 'normalnya' rusak, jadi kalau jalannya mulus itu malah luar biasa? Jadi yang normal adalah yang rusak dan justru tidak normal ketika jalan itu mulus. Atau jangan2 karena orang kita lebih suka gali lobang tutup lobang? Jadi lobang di sini ditutup seadanya dengan melobangi yang lain.
Sama aja bo'ong dong, gitu kata orang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment